Kondisi Eksisting Maluku dalam Perspektif Teori Rostow dan Gunnar Myrdal

oleh -29 views

TIFA MALUKU. COM – Untuk menganalisis kondisi eksisting Maluku dalam perspektif teori pembangunan ekonomi, kita bisa menggunakan dua teori terkenal, yaitu teori tahapan pertumbuhan ekonomi W.W. Rostow dan teori ketimpangan regional Gunnar Myrdal. Kedua teori ini memberikan pandangan yang berbeda terkait pembangunan dan dinamika Maluku di kawasan regional.

Teori Tahapan Pertumbuhan Ekonomi Rostow

Teori Rostow menggambarkan pembangunan ekonomi sebagai proses yang melalui lima tahapan yaitu (1). Traditional Society atau Masyarakat tradisional yang ditandai dengan produktivitas rendah dan teknologi sederhana. (2). Preconditions for Take-Off atau masa persiapan untuk tinggal landas.

Pada fase ini periode perubahan dengan pengenalan teknologi baru, perbaikan infrastruktur, dan meningkatnya investasi. (3). Take-Off atau merasa tinggal landas. Ini tahap kritis di mana terjadi pertumbuhan pesat di sektor-sektor utama, yang memicu perkembangan ekonomi secara luas.

(4). Drive to Maturity atau masa kematangan ditandai dengan masyarakat mencapai kapasitas produksi yang lebih tinggi, dengan diversifikasi ekonomi, dan hilirisasi industri dan (5). Age of High Mass Consumption atau masa konsumsi masif yg tinggi. Tahap akhir di mana masyarakat mencapai tingkat konsumsi yang tinggi dan standar hidup yang meningkat.

Jika dilihat dari kondisi eksisting Maluku dimana Maluku memiliki kekayaan alam (SDA) terutama di sektor kelautan, perikanan, dan sumber daya mineral, namun eksploitasi dan pengolahannya masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh banyak variabel baik indogen maupun ektrogen.

Di sisi lain Infrastruktur di Maluku masih tertinggal seperti jalan, jembatan, pelabuhan udara, pelabuhan laut jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia, yang membuat pergerakan barang dan jasa terhambat.

Dalam perspektif ini saya berpendapat bahwa Maluku tampaknya berada pada tahap Preconditions for Take-Off, dengan beberapa sektor seperti pariwisata dan perikanan yang cenderung menunjukkan potensi pertumbuhan yang besar. Namun, terbatasnyaa ksesibilitas, konektivitas dan kualitas SDM, dan infrastruktur menahan potensi untuk memasuki tahap Take-Off.

Dalam konteks teori Rostow, maka Maluku masih membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur, pendidikan, serta industrialisasi untuk mempercepat pembangunan menuju tahap yang lebih tinggi.

Teori Ketimpangan Regional Gunnar Myrdal

Gunnar Myrdal memperkenalkan konsep Circular and Cumulative Causation (sebab- akibat melingkar dan kumulatif), yang berargumen bahwa daerah-daerah kaya cenderung semakin berkembang, sementara daerah miskin terus tertinggal.

Implementasi pandangan Myrdal ini sangat relevan dengan fakta empiris pembangunan di Maluku selama lebih dari tiga dekade. Ada dua faktor penting yang harus diperhatikan yaitu Backwash Effects yaitu fenomena di mana pusat-pusat ekonomi yang lebih maju menarik sumber daya (manusia, modal) dari daerah-daerah yang kurang berkembang, memperburuk ketimpangan seperti yang terjadi saat ini dimana terjadi di Ambon dan Masohi.

Faktor kedua adalah Spread Effects yang memberikan gambaran dampak positif dari pertumbuhan ekonomi di pusat kepada daerah-daerah sekitarnya melalui distribusi teknologi, modal, dan pengetahuan.

Dalam konteks Maluku saya berpendapat bahwa Backwash Effects seperti banyak wilayah di Indonesia Timur, Maluku mengalami backwash effect di mana sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas cenderung migrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Manado, Ternate dan Makassar. Kondisi ini mengurangi potensi lokal untuk berkembang secara mandiri.

Spread Effects Sayangnya, dampak positif dari pusat-pusat ekonomi di Jawa atau Sulawesi kurang terasa di Maluku, sehingga menyebabkan ketertinggalan dan keterbelakangan serius dan akut mengingat jarak geografis dan keterbatasan infrastruktur.

Dari perspektif teori Myrdal, Maluku merupakan wilayah yang masih terjebak dalam siklus ketimpangan (unequility cyrcel), di mana pembangunan di wilayah-wilayah maju tidak memberikan manfaat yang signifikan bagi Maluku.

Hal ini adalah masalah serius yg dihadapi Maluku dan masyarakat Maluku saat ini dan yang akan datang, jika Pemda Maluku tidak melakukan lompatan besar dalam proses pembangunan Maluku ke depan.

Untuk mengatasi hal ini, kebijakan pemerintah perlu fokus pada pengembangan wilayah terpencil atau daerah 3T Dan wilayah perbatasan, penguatan infrastruktur, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Dari uraian singkat di atas maka saya berkesimpulan bahwa menurut W.W. Rostow, Maluku berada pada tahap awal pembangunan ekonomi yang memerlukan investasi lebih besar untuk bergerak ke tahap Take-Off.

Jika hal ini tidak dilakukan maka Maluku bagaikan mobil mogok dalam lumpur hidup yang dalam. Kebutuhan investasi besar di Maluku akan menjadi variabel pengungkit yang besar yang dapat mendorong perkembangan ekonomi secara cepat dan konsisten big push strategy

Menurut Myrdal, Maluku menderita ketimpangan regional akut yang disebabkan oleh pengaruh backwash dan keterbatasan spread effects dari pusat-pusat ekonomi di Indonesia khususnya KTI pemerintah daerah Provinsi Maluku perlu mendorong investasi, baik dalam negeri maupun asing (PMDN dan PMA), pengembangan infrastruktur, terutama infrastruktur dasar dan strategis dan kebijakan afirmatif untuk meningkatkan kesejahteraan di Maluku serta memperkuat daya saing ekonomi lokal. (***) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.