TIFA MALUKU.COM – Pemerintah Kota Ambon menggelar Focus Grup Discussion (FGD) Analisa dan Evaluasi Hukum dalam rangka revisi Peraturan Daerah Kota Ambon Nomor 8, 9 dan 10 tahun 2017.
Kegiatan tersebut berlangsung di Marina Hotel yang dibuka langsung oleh Penjabat Walikota Ambon, Bodewin M Wattimena didampingi Sekkot Ambon, Agus Ririmasse dan Kabag Hukum Pemkot Ambon, Al Lewenussa. Turut hadir, Wakil Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Rustam Latupono, S.Pi, M.Si, Ketua Komisi I DPRD Kota Ambon, Jafry Taihutu SH, Ketua Studi Hukum dan Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Pattimura, Dr Sherlok Holmes Lekipiouw, SH, MH dan Koordinator Dr. Hendrik Salmon, SH, MH sebagai narasumber, para camat, raja dan saniri negeri di Kota Ambon, Selasa (16/05/2023).
Kabag Hukum Pemkot Ambon, Al Lewenussa kepada redaksi Tifa Maluku.Com mengatakan, tujuan dari FGD ini untuk mendapat fakta empirik dan catatan-catatan dari masing-masing negeri adat di Kota Ambon dalam rangka penyempurnaan revisi Perda Nomor 8, 9 & 10 Tahun 2017.
Dari hasil FGD ini lanjut ia, akan dilihat subtansinya apakah Perda Nomor 8, 9 & 10 Tahun 2017 akan dirubah secara keseluruhan ataukah hanya sebagian kecil saja.
“Sebelum direvisi Perda 8, 9 & 10 tahun 2017 ini, nantinya sudah dilakukan pendahuluan penelitian berdasarkan analisa dan evaluasi hukum berdasarkan Peraturan Pemerintah. Jadi FDG ini sifatnya laporan awal yang tadi sudah diserahkan kepada Pa Penjabat Walikota Ambon, Bodewin M Wattimena oleh Koordinator Pusat Studi Hukum & Pemerintahan Fakultas Hukum Unpatti, Dr. Hendrik Salmon, SH.MH. Laporan awal ini akan dikawinkan dengan Analisa dan evaluasi hukum yang sudah ada laporan awalnya. Setelah itu dibentuk naskah akademik dan Ranperdanya untuk dibahas bersama dengan DPRD Kota Ambon,” kata ia.
Ditegaskan, revisi Perda Nomor 8, 9 & 10 tahun 2017 ini dalam semangat melindungi negeri-negeri adat dari sejumlah kelemahan-kelemahan yang ada. Persoalan sengketa dalam proses pembentukan pemerintahan negeri adat di Kota Ambon misalnya baik dalam menentukan mata rumah parenta, tidak perlu lagi di gugat di Mahkamah Agung (MA), cukup diselesaikan di negeri adat tersebut.
Ditempat terpisah, Dr Hendrik Salmon, SH, MH menambahkan tiga Perda yang rencananya akan di revisi, Perda Nomor 9 tahun 2017 hanya terkait dengan penegakan batas wilayah negeri. Kenyataan di lapangan sekarang ini, putusan pengadilan itu membuat harus di revisi tentang batas wilayah terutama tentang wilayah petuanan. Sementara wilayah pemerintahan jelas tidak perlu dilakukan revisi.
“Untuk Perda Nomor 9 Tahun 2017 tidak banyak yang direvisi, yang direvisi total yakni Perda Nomor 8 & 10 tahun 2017 terkait pengangkatan, penetapan sampai dengan pelantikan. Berikutnya, antara pemerintahan umum dan pemerintahan adat itu mesti disatukan karena menyangkut hak asal usul. Olehnya itu Perda Nomor 10 tahun 2017 itu mengalami perubahan yang sangat besar. Sementara terkait dengan Perda Nomor 8 tahun 2017 menyangkut dengan struktur kelembagaan organisasi pemerintahannya. Mestinya disingkronisasi. Kelemahan dalam Perda 8 Tahun 2017 tersebut, persoalan mata rumah parenta sering menjadi konflik dimana dokumen yang diajukan walaupun bukan turunan adat bisa saja menjadi raja. Akhirnya terjadi gugatan hingga ke pengadilan. Materi muatan yang akan dirubah, dimana tidak perlu harus pengadilan yang memutuskan mata rumah parenta. Sebab itu tidak relevan,” ungkap Dr Hendrik Salmon.
Menurut ia, apa yang disampaikan kepada Pemkot Ambon masih sifatnya laporan awal. Muatan materi ini merupakan hipotesis akademik atau jawaban sementara dari kajian lapangan. Dari jawaban sementara ini, dilakukan uji public melalui FDG apakah hipotesis ini benar adanya. Ternyata pembuktiannya benar bahwa ini mesti direvisi. “Kalau tidak direvisi maka akan menghambat pola penyelenggaraan pemerintahan di Kota Ambon. Sebagai langkah lanjut akan dibuat draf dan dibahas Bersama dengan DPRD Kota Ambon,” ujarnya.
Ketika ditanya seberapa besar kelemahan pada masing-masing perda, kata Dr Hendrik Salmon SH, MH, untuk Perda Nomor 8 tahun 2017 ada 16 titik krusial yang harus dijawab dalam FDG ini. Sementara Perda Nomor 10 tahun 2017 ada 26 sampai 28 titik krusial. (TM-07)