TIFA MALUKU.COM – Komisi I DPRD Kota Ambon melakukan tugas pengawasan di sejumlah karaoke dengan menggandeng Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, Sat Pol PP dan Yayasan Pelangi Kota Ambon, Sabtu (19/08/2023).
Pengawasan ini dipimpin oleh Ketua Komisi I, Jafry Taihutu didampingi Sekretaris Komisi, Jely Toisuta dan Anggota Juliana Pattipelohy. Dari pantauan media, pengawasan ini minim dari perhatian anggota komisi I lainnya. Padahal, pengawasan ini sebagai bukti atas keseriusan DPRD dalam membantu Pemerintah Kota Ambon untuk memerangi kasus HIV & AIDS yang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Untuk diketahui, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Ambon mendata selama Januari hingga Mei tahun 2023 terdapat kasus baru HIV/AIDS sebanyak 145 kasus. Menurut Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Ambon, Remes Talle, jumlah kasus baru HIV/AIDS mencapai 145 kasus, sehingga secara kumulatif jumlah kasus HIV mencapai 2.284 kasus, sedangkan AIDS tercatat sekitar 992 kasus, yang didominasi oleh kelompok laki-laki. Kasus HIV/AIDS mengalami peningkatan setiap tahun, di 2021 sebanyak 116 kasus, dan meningkat di 2022 sebanyak 290 kasus.
“Kenaikan jumlah kasus karena petugas rutin melakukan pelacakan dan pemeriksaan sehingga diperoleh kasus baru di 2023,” katanya seraya mengakui peningkatan kasus HIV dan AIDS dipengaruhi perilaku seksual menyimpang
di antaranya berganti pasangan dan berhubungan seksual melalui dubur/anus tanpa menggunakan kondom, bahkan penularan dari ibu hamil ke janin melalui plasenta.
Ketua Komisi I, Jafry Taihutu mengatakan, dalam upaya memerangi penyebaran HIV & AIDS di kota Ambon, tidak bisa dilakukan hanya dilakukan melalui rapat semata, namun perlu ada langkah kongrit di masyarakat.
Kelompok beresiko tinggi penyebaran HIV & AIDS ambil misal, Pramuria (Karyawati kelap malam) di tempat hiburan malam, PSK yang beroperasi di pusat perbelanjaan, maupun pekerja sex online melalui aplikasi Mitchat yang melakukan transaksi terselubung di di hotel dan penginapan, para waria harus diberikan eduksi dan mengajak mereka untuk melakukan tes skrining HIV secara rutin.
“Hari ini kita memulai dari tempat-tempat hiburan malam. Namun kita focus di empat karaoke yakni Rajawali, 999, Diva dan Grand Please serta penginapan Se yang terletak di samping jembatan merah putih. Pa Jelly Toisuta dan Ibu Juliana Pattipelohy yang akan memimpin langsung tim di lapangan, sebab saya sendiri tidak bisa melakukan pengawasan sampai selesai menggingat orang tua saya sementara kritis di Rumah Sakit Siloam,” ungkap Taihutu.
Dikatakan, sasaran pengawasan ini untuk mengambil data berapa banyak pramuria di masing-masing karaoke yang aktif dan memastikan apakah mereka sudah melakukan tes skrining HIV atau belum dan hasilnya seperti apa? Kita juga ingin mengetahui pramuria-pramuria ini berasal dari daerah mana sesuai dengan KTPnya dan sudah bekerja berapa lama? Apakah mereka sudah terdaftar di RT atau kelurahan setempat,” ujar Politisi PDI Perjuangan ini.
“Laporan Dinkes kepada Komisi I, bahwa tes skrining HIV sudah dilakukan kepada pramuria di karaoke di kota Ambon. Dalam pengawasan ini, kita ingin pastikan, apakah itu sudah dilakukan atau belum? Apakah petugas Dinkes yang datangi pramuria secara langsung ataukah tes skrining dilakukan sendiri oleh pramuria melalui puskesmas atau rumah sakit ,” lanjut ia.
Taihutu berharap banyak informasi dan perkembangan terkait upaya pemerintah dalam meminimalisir penyebaran HIV & AIDS di Kota Ambon.
Sementara itu, Jely Toisuta menambahkan dari hasil pengawasan di lapangan seluruh pramuria di empat karaoke yang dikunjungi telah melakukan skrining HIV secara rutin yakni tiga bulan sekali. Pemeriksaaan ini ditangani langsung oleh Dinkes Kota Ambon maupun Yayasan Pelangi Kota Ambon.
Dijelaskan, jumlah pramuria di Karaoke Rajawali ada sekitar 60 lebih pramuria tapi tidak semua aktif, sementara Karaoke 999 ada 27 pramuria, Karaoke Diva ada 12 Pramuria dan Grand Pleace ada 37 Pramuria.
“Rata-rata mereka berasal dari Jawa dan Manado. Tidak ada pramuria di bawah umur. Tiga bulan sekali, mereka melakukan tes skrining HIV dan ada yang sudah mendapat hasil lab, ada juga yang belum. Sifatnya itu rahasia, yang tahu hanya Dinkes maupun Yayasan Pelangi yang melakukan tes Skrining kepada mereka (Pramuria),” ujar Toisuta.
Dikatakan, bagi pramuria yang terinfeksi HIV tidak boleh dipekerjakan. Mereka harus mendapat perobatan secara medis agar tidak menjurus ke AIDS.
“Ini harapan Komisi I, agar pramuria yang terdeteksi HIV harus mendapat penanganan secara serius oleh Dinkes Kota Ambon. Mereka harus mendapat pengawasan ketat sehingga penyebarannya tidak meluas di masyarakat,” tandas politisi Partai Demokrat ini.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Ambon, Remes Talle mengatakan, pihaknya akan terus memberikan eduksi dan mengajak kelompok berpotensi tinggi terhadap penyebaran HIV & AIDS agar melakukan tes skrining HIV. Harapan pemerintah, angka HIV & AIDS dapat ditekan.
Sementara Direktur Yayasan Pelangi Kota Ambon, Rosa Pentury menambahkan, prinspnya pramuria ini tidak mau sakit apalagi terinfeksi HIV & AIDS. Sebab kalau mereka sakit, maka tidak ada kemasukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sesehari. Sehingga secara rutin mereka melakukan tes skrining HIV baik melalui Dinkes maupun oleh Yayasan Pelangi itu sendiri.
“Bukan saja pramuria, kelompok waria, GAY, dan mereka yang punya uang dan hobby ke tempat hiburan malam dan suka jajan di luar juga menjadi target untuk dilakukan tes skrining HIV. Ini butuh kerja keras dan dukungan semua pihak. Olehnya itu, saya ajak kita semua untuk melakukan tes HIV, karena orang yang terjangkit HIV bukan saja kondisi tubahnya tidak sehat, malah kebanyakan mereka dalam kondisi sehat,” kata Pentury.
Dalam pengawasan tersebut, Komisi I DPRD Kota Ambon bersama unsur pemerintah kota meminta agar pihak pengelola karaoke agar patuh dan taat terhadap aturan perundang-undangan dan ketentuan pemerintah terkait masalah ketenagakerjaan. Upah pekerja harus dibayar oleh pengelola sesuai dengan UMP, demikian pula pengelola menyiapkan jaminan Kesehatan dan ketenagakerjaan bagi pekerja berupa kartu BPJS.
Menanggapi hal itu, Is Watungwalar, Mediator Hubungan Industrial mengatakan Disnaker Kota Ambon terus berupaya mendaya seluruh tenaga kerja yang ada di Kota Ambon. Dengan berbagai kekuarangan dan keterbatasan pihaknya berusaha untuk memediasi dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dhadapi oleh pekerja dengan pihak pengelola.
Disnaker lanjut ia, kesulitan dalam melakukan pengawasan langsung dilapangan, karena tertumbuk masalah anggaran. Namun itu tidak melumpuhkan semangat seluruh staf dalam menjalankan tugas dan fungsinya di lapangan.
Keresahan itu pun ditanggapi Toisuta yang berharap kedepannya anggaran Disnaker dapat dinaikan demi keberlangsungan tugas-tugas pengawasan dilapangan.
Toisuta juga berharap agar Disnaker ketat dan mengambil Tindakan tegas bagi pengelola yang tidak patuh. Karena masih banyak pekerja atau karyawan di tempat karaoke yang mengeluh ke DPRD terkait upah mereka.
“Kalau ada pekerja yang upahnya tidak sesuai belum memiliki BPJS Kesehatan maupun ketenagakerjaan, maka Disnaker Kota Ambon wajib menggingatkan atau mengambil tindakan tegas bagi pihak pengelola,” kata Toisuta.
Demikian pula bagi Discapil Kota Ambon untuk melakukan pendataan bagi pramuria yang sudah tinggal lebih dari satu tahun di Kota Ambon. Mereka harus terdata minimal di RT atau kelurahan setempat. Dinas Sosial pun demikian, pekerja di karaoke yang berhak mendapat bantuan pemerintah, harus didata, sehingga mereka juga mendapat sentuhan dari pemerintah,” tandas Toisuta.
Diakhir pengawasannya, tim Kesehatan kota Ambon melakukan skrining HIV kepada salah satu penghuni penginapan Se. Skrining HIV ini dilihat langsung oleh Komisi I DPRD Kota Ambon. Warga yang bersedia melakukan skrining atas pendekatan yang dilakukan oleh Direktur Yayasan Pelangi Kota Ambon, Rossa Pentury. (TM-92)